Perguruan Pencak Silat Lugay Kancana: Sejarah dan Perjalanan
Perguruan Pencak Silat Lugay Kancana didirikan pada tahun 1948 oleh Abah Ating Suprihat di Bandung, dengan tujuan untuk melestarikan dan mengembangkan seni bela diri tradisional Indonesia. Perguruan ini berkembang pesat di Jakarta Pusat, tepatnya di daerah Hutan Panjang, yang menjadi pusat kegiatan dan pembinaan para pesilat serta pelestarian budaya.
Tidak hanya fokus pada seni bela diri, Abah Ating juga mendirikan sanggar seni yang memadukan berbagai kesenian tradisional, seperti Reog, Debus, dan kerajinan alat musik tradisional serta ukiran. Sanggar ini menjadi lebih dari sekadar tempat latihan, melainkan juga pusat kebudayaan yang memberdayakan para pemuda. Mereka tidak hanya belajar Pencak Silat, tetapi juga diajarkan untuk memahami dan melestarikan kesenian tradisional Indonesia, dengan harapan agar generasi muda memiliki kecintaan terhadap budaya leluhur.
Abah Ating juga berperan penting dalam sejarah perkembangan Pencak Silat di Indonesia, terutama melalui partisipasinya dalam Musyawarah Nasional (Munas) pertama Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI). Munas ini menjadi tonggak penyatuan seni bela diri tradisional di Indonesia dan menegaskan pentingnya Pencak Silat sebagai warisan budaya bangsa. Dedikasinya yang luar biasa dalam memperjuangkan eksistensi Pencak Silat dan kebudayaan tradisional membuat Abah Ating dijuluki "Jaka Tingkir", sebuah simbol kehormatan atas kiprah besarnya dalam dunia seni dan budaya.
Pada tahun 2017, perjuangan Abah Ating dalam melestarikan warisan budaya diteruskan kepada cucunya, Kang Dodi Suhada Akum, yang dengan penuh semangat melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan bersama ibundanya. Di bawah bimbingan Kang Dodi dan keluarganya, Perguruan Pencak Silat Lugay Kancana terus berkembang, tidak hanya sebagai tempat latihan Pencak Silat, tetapi juga sebagai wadah untuk pelestarian seni dan budaya tradisional Indonesia lainnya. Dengan semangat yang sama, Perguruan ini terus memperkenalkan generasi muda kepada nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pencak Silat dan berbagai kesenian tradisional.
Selain keluarga besar Abah Ating, ada beberapa tokoh yang juga berperan besar dalam perkembangan Perguruan Pencak Silat Lugay Kancana:
1. Ratna Sondari – Sebagai salah satu tokoh yang turut memperkuat keberlanjutan Perguruan ini.
2. Dodi Suhada Akum – Penerus perjuangan Abah Ating dan pemimpin perguruan saat ini.
3. Irwan Maulana Yusuf – Berperan penting dalam pengembangan seni dan latihan di Lugay Kancana.
4. Windi Intan Pandini – Juga memiliki kontribusi besar dalam menjaga kekompakan dan kemajuan perguruan.
Selain itu, ada tokoh penting lainnya yang memberikan dukungan besar dalam pengembangan dan kelangsungan perguruan, yaitu Ustad Herpi Hidayat, Pendiri Ponpes Miftahul Hoer. Ustad Herpi Hidayat telah berperan aktif dalam memberikan dukungan moral dan materiil untuk perkembangan Perguruan Pencak Silat Lugay Kancana. Dengan semangat kebersamaan, beliau bersama Kang Dodi Suhada Akum turut berkontribusi dalam menjaga dan melestarikan seni bela diri Pencak Silat serta kebudayaan tradisional Indonesia, menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan para pesilat dan masyarakat sekitar.
Selain itu, beberapa tokoh yang berperan sebagai pengurus perguruan:
Mas Setyo – Ketua Perguruan yang memimpin dengan visi yang jelas dan penuh dedikasi.
Pak Slamet – Sekretaris Perguruan yang memastikan kelancaran administrasi dan kegiatan sehari-hari.
Dengan dedikasi yang kuat dan semangat untuk melestarikan budaya, Perguruan Pencak Silat Lugay Kancana telah menjadi simbol keunggulan dalam seni bela diri dan juga sebagai pusat pengembangan seni budaya tradisional Indonesia. Perguruan ini terus menanamkan nilai-nilai luhur, kedisiplinan, dan kekeluargaan kepada setiap anggotanya, menjadikannya sebagai wadah yang bukan hanya menghasilkan pesilat berprestasi, tetapi juga generasi yang mencintai dan menjaga kebudayaan Indonesia.
Posting Komentar